Bedakan Media Sosial dan Pers, Ini Penjelasan Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 1999

 



Medan, detik86news.com | Di tengah pesatnya arus informasi digital, batas antara media sosial dan pers sering kali kabur. Banyak masyarakat yang mengira setiap unggahan di media sosial otomatis tergolong berita. Padahal, menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, keduanya memiliki perbedaan mendasar, baik dari segi fungsi, tanggung jawab, maupun perlindungan hukum.

Pers: Lembaga Sosial dengan Tanggung Jawab Hukum

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang menjalankan kegiatan jurnalistik, mulai dari mencari, memperoleh, hingga menyebarkan informasi melalui berbagai media. Dengan kata lain, setiap karya jurnalistik yang diterbitkan oleh lembaga pers harus melalui proses penyuntingan dan verifikasi yang ketat. Pers juga memiliki penanggung jawab redaksi, tunduk pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ), serta berada di bawah pengawasan Dewan Pers.

Selain itu, lembaga pers dan wartawan dilindungi oleh hak tolak dan hak jawab, sebagaimana diatur dalam UU Pers. Perlindungan ini memastikan bahwa wartawan dapat bekerja secara independen tanpa tekanan, selama karya jurnalistiknya sesuai dengan kaidah dan etika jurnalistik.

Media Sosial: Ruang Ekspresi Publik, Bukan Lembaga Pers

Berbeda dengan pers, media sosial merupakan platform digital yang memberi kesempatan kepada siapa pun untuk membuat, membagikan, dan menanggapi informasi secara bebas. Kegiatan di media sosial tidak termasuk kegiatan jurnalistik karena tidak melalui proses verifikasi maupun penyuntingan redaksional. Akibatnya, unggahan di media sosial tidak dapat dikategorikan sebagai produk pers.

Dalam konteks hukum, aktivitas di media sosial tidak diatur oleh UU Pers, melainkan oleh UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) beserta perubahannya. Artinya, apabila seseorang menyebarkan informasi bohong, fitnah, atau pencemaran nama baik melalui media sosial, maka yang berlaku adalah sanksi pidana UU ITE, bukan mekanisme etik Dewan Pers.

Perbedaan yang Jelas

Secara sederhana, perbedaan mendasar antara media sosial dan pers dapat dilihat dari beberapa aspek. Pers dikelola oleh lembaga berbadan hukum dan memiliki penanggung jawab redaksi, sementara media sosial dikelola oleh individu tanpa struktur organisasi resmi. Produk pers disebut karya jurnalistik, sedangkan konten di media sosial hanyalah unggahan pribadi. Selain itu, pers tunduk pada Kode Etik Jurnalistik, sedangkan media sosial tidak memiliki kode etik baku.

Implikasi Hukum dan Etika

Perbedaan ini penting dipahami agar masyarakat tidak salah menempatkan fungsi media sosial. Jika sebuah konten di media sosial menimbulkan kerugian atau pencemaran nama baik, penyelesaiannya dilakukan melalui jalur hukum pidana, bukan melalui Dewan Pers.

Sebaliknya, bila ada keberatan terhadap pemberitaan media massa, masyarakat dapat menggunakan hak jawab atau hak koreksi sebagaimana diatur dalam UU Pers. Dengan demikian, UU Pers memberikan perlindungan sekaligus tanggung jawab etik bagi jurnalis, sedangkan UU ITE memberikan batas hukum bagi pengguna media sosial.

Kesimpulan

Melalui peraturan yang berlaku, dapat disimpulkan bahwa tidak semua orang yang menulis atau membagikan informasi di media sosial dapat disebut wartawan atau produk pers. Pers memiliki tanggung jawab sosial, etika, dan hukum yang diatur secara khusus. Sementara itu, media sosial hanyalah ruang publik digital yang bebas digunakan, namun tetap harus bijak agar tidak berujung pada pelanggaran hukum.

Dengan memahami perbedaan ini, masyarakat diharapkan lebih cerdas dalam membedakan antara berita jurnalistik dan informasi media sosial, sehingga arus informasi di dunia maya tetap sehat, beretika, dan bermanfaat bagi publik. (Joni Barus Jahe)

Posting Komentar

0 Komentar