Eko Afrianta secara tegas meminta Pemko Medan segera merealisasikan pemanfaatan lahan di depan Pasar Induk Laucih sebagai terminal terpadu. Lahan tersebut disebutnya telah dilakukan penimbunan sejak tahun lalu, namun hingga kini terbengkalai.
“Kami mendesak Pemko Medan agar kembali mengusulkan ke Kementerian Perhubungan pembangunan Terminal Tipe A. Ini bukan hanya soal fasilitas transportasi, tapi juga menyangkut konektivitas kota yang lebih modern,” ujar Eko.
Fraksi Hanura-PKB juga menyoroti kemacetan kronis di kawasan Jl. Jamin Ginting-Simpang Selayang-Jl. Setiabudi-Pasar Induk Laucih, yang kini menjadi keluhan utama warga dan pengguna jalan.
“Kami mendorong agar pembangunan Fly Over di lokasi ini masuk prioritas RPJMD 2025-2029. Ini akan menjadi solusi nyata mengurai kemacetan yang kian parah,” tegas Eko dalam pandangan fraksinya.
Dalam penyampaian fraksinya, Eko Afrianta juga menekankan pentingnya pembangunan yang adil dan merata. Ia menyoroti ketertinggalan infrastruktur di Medan Utara, termasuk penanggulangan kawasan kumuh, penyediaan air bersih, perbaikan rumah tidak layak huni, hingga pengendalian banjir rob.
RPJMD ke depan harus mengedepankan keadilan wilayah. Medan Utara perlu perhatian khusus agar tercipta kesetaraan antar kecamatan,” ujar politisi asal Partai Hanura itu.
Sorotan tajam juga diarahkan pada pengelolaan sampah yang dianggap belum maksimal. Fraksi Hanura-PKB menilai masih banyak potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor retribusi sampah yang belum tergarap.
“Masih banyak kawasan baru dan entitas penghasil sampah yang belum dikenakan retribusi secara resmi. Kami mendesak Pemko Medan untuk memperluas dan memperbarui data Wajib Retribusi Sampah (WRS),” kata Eko.
Ia juga mengusulkan subsidi retribusi sampah bagi kawasan permukiman, dengan pengalihan beban tarif ke sektor industri dan komersial melalui kebijakan tarif proporsional.
Eko mengungkapkan temuan mengejutkan dari Komisi IV DPRD Medan bahwa hingga Juli 2025, total tunggakan retribusi sampah oleh kecamatan-kecamatan di Kota Medan mencapai lebih dari Rp 1,8 miliar.
“Kami meminta Walikota Medan bertindak tegas terhadap para camat yang menunggak. Ini menyangkut PAD dan harus segera ditindak,” tegasnya.
Sebagai penjabaran visi dan misi kepala daerah, Eko menegaskan bahwa RPJMD tidak boleh sekadar menjadi dokumen formal. Ia meminta agar program pembangunan disusun berdasarkan kebutuhan masyarakat, prinsip keberlanjutan lingkungan, serta mampu menyerap tenaga kerja—terutama melalui penguatan sektor UMKM.
“Produk-produk UMKM perlu ditampilkan secara profesional dan kompetitif. Kami juga mendesak revisi Perda atau Perwal yang menghambat pertumbuhan UMKM di Medan,” tambahnya.(BR).


Print Halaman Ini
0 Komentar