Penanganan Banjir Medan Tuai Kritik, Apa Saja Kritik Pedas DPRD

MEDAN,detik86news.com  - Kinerja Pemerintah Kota (Pemko) Medan dalam merespons bencana alam kembali menuai sorotan tajam dari kalangan legislatif, khususnya terkait Penanganan Banjir Medan yang melanda 19 kecamatan pada akhir November lalu.

Kritik keras ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi I DPRD Medan, Dr. H. Muslim MSP, yang menilai pemerintah kota belum memiliki kesiapan matang dalam menghadapi situasi tanggap darurat yang berdampak luas bagi masyarakat.

Politisi Partai Demokrat ini menyayangkan lambannya pengambilan kebijakan taktis di tingkat kota yang mengakibatkan perangkat kerja di lapangan tidak dapat bergerak cepat menyalurkan bantuan.

Kondisi ini dinilai mengecewakan penderita warga yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan pelayanan prima saat musibah terjadi pada rentang waktu 27 November 2025 lalu.

Menurut Muslim, ketidaksiapan ini terlihat jelas dari birokrasi yang terkesan kaku sehingga kebutuhan mendesak masyarakat terdampak tidak segera terpenuhi dengan baik.

Persoalan Dapur Umum dan Logistik

Salah satu poin krusial yang disampaikan dalam Penanganan Banjir Medan kali ini adalah ketiadaan dapur umum yang mampu di titik-titik pengungsian vital.

Muslim mengungkapkan fakta di lapangan, khususnya di kawasan Medan Marelan, di mana banyak lokasi pengungsian tidak dilengkapi dengan fasilitas dapur umum mandiri.

Seharusnya, proses pembuatan dapur umum sudah diberikan kepada camat, lurah, hingga kepala lingkungan (Kepling) sejak awal status waspada ditetapkan, tanpa harus menunggu komando berbelit.

Akibat tidak adanya fasilitas ini, warga korban banjir terpaksa harus menunggu kiriman nasi bungkus dari pusat kota yang sering kali terlambat datang karena akses jalan yang terputus banjir.

“Kalau hanya menunggu datangnya makanan dari Pemko Medan, itu jelas sangat lamban, sementara warga yang terkena bencana sudah kelaparan,” tegas Muslim dalam keterangannya pada Senin, 1 Desember 2025.

Ia menekankan bahwa peringatan dini cuaca ekstrem dari BMKG seharusnya menjadi landasan yang kuat untuk kesiapsiagaan logistik yang lebih matang sebelum bencana benar-benar terjadi.

Penggunaan Anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT)

Selain masalah logistik, Muslim juga mengingatkan Pemko Medan agar tidak terjebak dalam prosedur administrasi yang kaku di tengah situasi darurat kemanusiaan.

Pemerintah kota sejatinya memiliki anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) yang memang dialokasikan khusus untuk keperluan mendesak seperti penanggulangan bencana alam.

Fleksibilitas penggunaan anggaran ini seharusnya bisa dimaksimalkan untuk membantu warga, terutama di wilayah Medan Utara yang mengalami dampak paling parah.

Penderitaan warga semakin lengkap dengan kondisi padamnya aliran listrik selama tiga hari, krisis air bersih, serta terputusnya akses komunikasi telepon dan internet di lokasi bencana.

Kondisi ini menuntut langkah ekstra dan keberanian pemerintah daerah dalam menggunakan sumber daya yang ada demi keselamatan warganya.

Lemahnya Layanan Kesehatan Pasca Banjir

Kritik selanjutnya menyasar pada minimnya layanan kesehatan setelah air mulai surut, yang mana fase ini sangat krusial untuk mencegah wabah penyakit.

Muslim menilai Penanganan Banjir Medan tidak boleh berhenti hanya pada saat air surut, melainkan harus berlanjut pada penanganan dampak kesehatan fisik dan mental korban.

Banyak laporan masuk mengenai warga, terutama anak-anak, yang mulai terserang demam dan penyakit kulit akibat pengungsian yang dingin dan sanitasi yang buruk.

“Anak-anak banyak yang demam, membayangkan mereka tiga hari di tempat pengungsian, dingin, susah tidur. Pemko Medan seharusnya membuka posko layanan kesehatan di setiap lokasi,” ujarnya mengingatkan.(BR).

Posting Komentar

0 Komentar